Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Bioflok Dalam Sistem Budidaya Ikan


Bioflok berasal dari dua kata yaitu Bio “kehidupan” dan Floc “gumpalan”. Sehingga bioflok dapat diartikan sebagai bahan organik hidup yang menyatu menjadi gumpalan-gumpalan. 

Gumpalan tersebut terdiri dari berbagai mikroorganisme air termasuk bakteri, algae, fungi, protozoa, metazoa, rotifera, nematoda, gastrotricha dan organisme lain yang tersuspensi dengan detritus. 
Ada yang bilang bahwa bioflok adalah suatu bentuk ikatan oleh mikroorganisme pada saat tumbuh dimana aktivitas pengikatan ini tergantung pada jenis mikroorganismenya.

Biofloc merupakan flok atau gumpalan-gumpalan kecil yang tersusun dari sekumpulan mikroorganisme hidup yang melayang-layang di air.
Teknologi biofloc adalah teknologi yang memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang membentuk flok. Aplikasi BFT (Bio Floc Technology) banyak diaplikasikan disistem pengolahan air limbah industri dan mulai diterapkan di sistem pengolahan air media aquakultur.

Prinsip Dasar Bioflok


Mengubah senyawa organik dan anorganik yang mengandung senyawa kabon (C), hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N) dengan sedikit available posfor (P) menjadi massa sludge berupa bioflocs dengan menggunakan bakteri pembentuk flocs (flocs forming bacteria) yang mensintesis biopolimer poli hidroksi alkanoat sebagai ikatan bioflocs.

Bakteri pembentuk flocs dipilih dari genera bakteri yang non pathogen, memiliki kemampuan mensintesis PHA, memproduksi enzim ekstraselular, memproduksi bakteriosin terhadap bakteri pathogen, mengeluarkan metabolit sekunder yang menekan pertumbuhan dan menetralkan toksin dari plankton merugikan dan mudah dibiakkan di lapangan.

Tidak semua bakteri dapat membentuk biofloc dalam air, seperti dari genera Bacillus sp hanya dua spesies yang mampu membentuk biofloc. Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Poli hidroksi alkanoat (PHA), terutama yang spesifik seperti poli β‐hidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk biofloc.

Biofloc terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur dan zooplankton (www.aiyushirota.com). Bakteri yang mampu membentuk bioflocs diantaranya:
  • Bacillus cereus
  • Bacillus subtilis
  • Escherichia intermedia
  • Flavobacterium
  • Paracolobacterium aerogenoids
  • Pseudomonas alcaligenes
  • Sphaerotillus natans
  • Tetrad dan Tricoda
  • Zooglea ramigera
Beberapa bakteri pembentuk flok yang sudah teruji diaplikasikan dilapangan adalah Achromobacter liquefaciens, Arthrobacter globiformis, Agrobacterium tumefaciens dan Pseudomonas alcaligenes. Bakteri lain dapat ikut membentuk biofloc setelah exopolisakarida dibentuk oleh bakteri pembentuk floc sebagai inti floc-nya.

Bakteri yang dapat ikut membentuk biofloc misalnya Bacillus circulans, Bacillus coagulans dan Bacillus licheniformis. Bakteri yang ikut membentuk floc ini mempunyai fungsi dalam siklus nutrisi didalam sistem biofloc. Bakteri ini disebut sebagai bakteri siklus fungsional, misalnya Bacillus licheniformis yang berperan dalam siklus nitrogen.

Biofloc di alam umumnya terdiri dari 5 jenis bakteri atau lebih, minimal satu atau lebih merupakan bakteri pembentuk flok (penghasil exopolisakarida) dan bakteri yang lain dapat merupakan bakteri siklus fungsional yang berfungsi dalam siklus bioremediasi dan nutrisi. Formasi bioflok ini terbentuk tidak secara tiba-tiba, tapi terbentuk dalam kondisi lingkungan tertentu.

Factor yang mempengaruhi system bioflok adalah N/P rasio dan C/N rasio. N/P rasio dan C/N rasio harus diatas 20. Semakin besar N/P rasio dan C/N rasio maka floc yang terbentuk akan semakin baik. 

Untuk mengatur N/P rasio jalan terbaik adalah memperbesar N atau memperkecil P, untuk memperbesar N dilingkungan tambak tidak mungkin dilakukan karena menambah ammonia dalam tambak akan membahayakan udang, jalan terbaik adalah memperkecil P dengan cara mengikat phosphate. 

Sedangkan untuk mengatur C/N rasio dilakukan dengan cara memperbesar C dengan penambahan unsure karbon organik, misalnya molasses. Didalam pakan itu sendiri sebenarnya sudah ada unsure C yaitu karbohidrat dan lemak, namun rasionya tidak mencukupi untuk mencapai C/N rasio diatas 20.

Sistem biofloc dapat meminimalkan ganti air karena dalam bioflok terdapat proses siklus “auto pemurnian air” (self purifier) yang akan merubah sisa pakan dan kotoran, gas beracun seperti ammonia dan nitrit menjadi senyawa yang tidak berbahaya. 

Dengan meminimalkan ganti air maka peluang masuknya bibit penyakit dari luar dapat diminimalkan. Sistem bioflok lebih stabil dibandingkan dengan system probiotik biasa dikarenakan biofloc merupakan bakteri yang tidak berdiri sendiri, melainkan berbentuk floc atau kumpulan beberapa bakteri pembentuk floc yang saling bersinergi.

Sedangkan system probiotik biasa bakteri yang ada ditambak merupakan sel-sel bakteri yang berdiri sendiri secara terpisah di air, sehingga apabila ada gangguan lingkungan atau gangguan bakteri lain maka bakteri akan cepat kolaps.

Pada System Bio-Flock Technology (BFT) sangat tergantung pada :

  1. Mikroba (terutama bakteri heterotrof)
  2. Plankton
  3. Bahan organik dalam air

Indikator Keberhasilan Pembentukan Biofloc


Biofloc terbentuk, jika secara visual di dapat warna air kolam coklat muda (krem) berupa gumpalan yang bergerak bersama arus air. pH air cenderung di kisaran 7 (7,2-7,8) dengan kenaikan pH pagi dan sore yang kecil rentangnya kecil yaitu (0,02-0,2). 
Mulai terjadi penaikan dan penurunan yang dinamis nilai NH4+, ion NO2‐ dan ion NO3‐ sebagai indikasi berlangsungnya proses Nitrifikasi dan Denitrifikasi.

Untuk 30 hari pertama DOC merupakan masa krusial bagi tahap pembentukan Bioflocs, penerapan “minimal exchange water” pada fase ini sangat menentukan. Lebih baik menghindari penggantian air dalam jumlah besar pada masa ini.
Penambahan air hanya untuk penggantian susut karena penguapan dan perembesan saja. Atau menambah secara perlahan ketinggian air dari awal tebar 120 cm menjadi 150 cm secara bertahap selama 30 hari.

Permasalahan dalam Sistem Biofloc


a) Flocs di kolam berbusa

Hal ini disebabkan oleh adanya bakteri berfilamen yang menempel pada biofloc. Untuk itu ditebar 10 ppm Kalsium peroksida, ikuti dengan menahan pergantian air selama 5‐6 hari sambil dilakukan penambahan 20 ppm CaCO3/kaptan per harinya, jika pada hari ke 6 busa masih ada, tebar 10 ppm Kalsium Peroksida lagi, pada hari ke 7 air mulai dimasukkan ke dalam kembali, dan ketinggian air dipulihkan ke ketinggian semula.

b) Biofloc terlalu pekat

Lakukan pengenceran secara over flow, pipa pengeluaran dipotong sama rata dengan ketinggian air di dalam kolam. Biarkan air yang masuk menyebabkan air tumpah keluar lewat pipa pembuangan yang telah dipotong sama rat dengan ketinggian air di dalam kolam.

c) Biofloc ketebalannya berkurang (normal 10‐20 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke hijau

Hentikan pengenceran, tahan air selama 5‐6 hari, aplikasikan pupuk ZA 1 ppm setiap harinya untuk menekan pertumbuhan chrollera atau aplikasikan pupuk ZA 5 ppm setiap harinya untuk menekan pertumbuhan blue green algae. Pada hari ke 7 sirkulasi/pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali.

d) Biofloc ketebalannya berkurang (normal 10‐20 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke coklat merah

Hentikan pengenceran, tahan air selama 5‐6 hari, aplikasikan CaCO3 / kaptan 20 ppm setiap harinya dan 1‐2 x treatment dengan Kalsium peroksida. Pada hari ke 7 sirkulasi/pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali.

e) Warna hijau biru (BGA) atau merah (Dinoflagellata) tetap ada setelah 5‐6 hari treatment

Berlakukan pola sistem “minimal exchange water” terhadap kolam tersebut, hindari pengenceran/sirkulasi. Penambahan air hanya dilakukan untuk mengganti air yang hilang/susut akibat penguapan, perembesan dan susut air akibat pembuangan lumpur rutin harian saja.

Budidaya Udang System Semibioflock

  • Budidaya dengan sistem Bio-Floc adalah mengembangkan komunitas bakteri di dalam tambak
  • Menumbuhkan dan menjaga dominasi bakteri di dalam tambak adalah lebih stabil daripada dominasi algae (plankton) karena tidak tergantung sinar matahari
  • Kualitas air lebih stabil sehingga penggunaan air sedikit (hanya nambah) karena ada pembuangan lumpur
  • Dapat menekan pertumbuhan mikroba patogen
  • Bakteri terkumpul dalam suatu gumpalan yang disebut Floc
  • Semakin banyak floc yang terbentuk akan semakin besar pula perannya dalam merombak limbah nitrogen 10 – 100x lebih efisien daripada algae
  • Dapat bekerja siang maupun malam dan dipengaruhi cuaca
  • Dapat merubah limbah nitrogen menjadi makanan berprotein tinggi bagi ikan dan udang

Mikroba Biofloc dapat Digunakan sebagai Pakan. Hal ini dikarenakan :

  • Mengandung nutrien yang cukup tinggi seperti protein dan mineral
  • Tidak memerlukan pakan yang memiliki protein tinggi
  • Dapat menghemat pakan dan menurunkan nilai FCR pakan

Hal-hal yang perlu Diperhatikan dalam Sistem Biofloc

  • Bahan organik harus cukup (TOC > 100 mgC/L) dan selalu teraduk
  • Nitrogen disintesis menjadi mikrobial protein dan dapat dimakan langsung oleh udang dan ikan
  • Perlu disuplay C organik (molase, tepung terigu, tepung tapioka) secara kontinue atau sesuai dgn amonia dalam air
  • Oksigen harus cukup serta alkalinitas dan pH harus terus dijaga

Keuntungan Sistem Biofloc (Suprapto, 2007)

  • pH relatif stabil
  • pH nya cenderung rendah, sehingga kandungan amoniak (NH3) relatif kecil
  • Tidak tergantung pada sinar matahari dan aktivitasnya akan menurun bila suhu rendah.
  • Tidak perlu ganti air (sedikit ganti air) sehingga biosecurity (keamanan) terjaga
  • Limbah tambak (kotoran, algae, sisa pakan, amonia) didaur ulang dan dijadikan makanan alami berprotein tinggi
  • Lebih ramah lingkungan.

Kekurangan Sistem Biofloc (Suprapto, 2007)

  • Tidak bisa diterapkan pada tambak yang bocor/rembes karena tidak ada/sedikit pergantian air
  • Memerlukan peralatan/aerator cukup banyak sebagai suply oksigen
  • Aerasi harus hidup terus (24 jam/hari)
  • Pengamatan harus lebih jeli dan sering muncul kasus Nitrit dan Amonia
  • Bila aerasi kurang, maka akan terjadi pengendapan bahan organik. Resiko munculnya H2S lebih tinggi karena pH airnya lebih rendah.
  • Kurang cocok untuk tanah yang mudah teraduk (erosi). Jadi dasar harus benar-benar kompak (dasar berbatu / sirtu, semen atau plastik HDPE)
  • Bila terlalu pekat, maka dapat menyebabkan kematian bertahap karena krisis oksigen (BOD tinggi).
  • Untuk itu volume Suspended Solid dari floc harus selalu diukur.Bila telah mencapai batas tertentu, floc harus dikurangi dengan cara konsumsi pakan diturunkan.
Tulisan ini bersumber dari AFISH SP yang kami muat ulang dari blog http://afiesh.blogspot.com/2013/01/biofloc-atau-flok-dalam-perikanan.html 

Demikianlah pengertian bioflok dalam sistem budidaya ikan, semoga bermanfaat. terimakasih.

Post a Comment for "Pengertian Bioflok Dalam Sistem Budidaya Ikan"